Masyarakat peminum jamu perlu waspada, terutama jamu yang mengandung bahan kimia obat (BKO) karena bahayanya yang lebih besar dibandingkan narkoba.
Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) menemukan ratusan jenis jamu yang seharusnya masuk dalam public warning Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM), masih beredar bebas di pasaran.
“Kami menemukan sebanyak 165 jenis produk jamu yang dicampur BKO. Sebanyak 56 jenis diantaranya pernah diumumkan berbahaya dan ditarik dari peredaran,” kata Dokter Marius Widjajarta, Ketua YPKKI, saat menyampaikan paparan Hasil Monitoring Terhadap Jamu Kimia, Jamu Ilegal, dan Jamu China di 5 kota Indonesia, di Jakarta, Rabu (30/1).
Dia menuturkan berdasarkan uji petik yang dilakukan YPKKI selama Januari 2013 di lima kota, yaitu DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya, ditemukan 56 item jamu BKO yang sudah di-public warning Badan POM. Tapi masih beredar di pasaran.
“Aneka jamu tersebut terdiri dari 36 item produk jamu pegal linu, enam produk pelangsing, dan 14 item jamu kuat,” ungkapnya.
Sedangkan jamu ilegal yang terdaftar dan tidak terdaftar yang mengandung BKO, terdiri dari 18 item jamu pegal linu, tujuh item jamu pelangsing, 50 item obat kuat, dan 32 jenis jamu impor.
Maris menjelaskan jamu kuat umumnya dicampur dengan bahan kimia sildenafil. Jamu pegal linu dicampur fenillbutazon, CTM, parasetamol, dan dexamethason. Sedangkan jamu pelangsing dicampur dengan sibutramine.
“Penggunaan jamu-jamu berbahan kimia ternyata lebih berbahaya dibandingkan dengan narkoba. Sebab, memiliki kandungan yang bisa ketagihan, dan kemungkinan korbannya lebih banyak,” katanya.
Dia berharap karena citra jamu sendiri dari rakyat kecil, jadi jangan sampai citra jamu menurun.
Untuk itu, lanjutnya, Badan POM perlu sering melakukan kontrol terhadap pasar. “Jangan lemah dan lengah. Juga perlu ketegasan dari pemerintah,” ujarnya.