Sekitar 34 persen remaja putri di Kota Yogyakarta mengidap anemia demikian terungkap dalam hasil penelitian yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta (Dinkes KY) bersama Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) kepada 280 pelajar putri di kota tersebut.
"Persentase itu cukup mengejutkan karena angka tersebut termasuk tinggi. Penelitian ini dilakukan sejak pertengahan hingga akhir tahun lalu," kata Ketua Peneliti Toto Sudargo dari UGM di Yogyakarta.
Dijelaskan Toto, tingginya angka
anemia di remaja putri di Yogyakarta tersebut harus disikapi serius oleh semua pihak karena saat remaja putri itu menjadi ibu kemudian hamil, akan menaruh kehamilannya dalam risiko tinggi.
Anemia, yakni kekurangan sel darah merah dalam tubuh, bisa menyebabkan kematian pada ibu atau bayi yang sedang dikandungnya, juga berisiko mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah.
"Bayi yang lahir dengan berat badan rendah berkemungkinan mengalami perkembangan volume otak yang tidak sempurna. Karenanya, kecerdasannya juga menurun sehingga kualitas bangsa pun bisa turun," katanya.
Toto mengatakan, salah satu penyebab anemia pada remaja putri adalah keinginan untuk memiliki tubuh yang kurus sehingga mengabaikan pola makan yang teratur dan sehat, salah satunya tidak sarapan.
"Jika kebutuhan per hari adalah 1.900 kilokalori dan sarapan memberi asupan 600 kilokalori, maka dalam sehari ada kebutuhan kalori yang kurang saat mereka tidak sarapan. Ini yang menyebabkan banyak remaja putri mengalami anemia," katanya.
Toto menambahkan, dasar pelaksanaan penelitian anemia pada remaja putri tersebut adalah banyak ibu hamil yang mengalami anemia. Berdasarkan data hasil pemeriksaan ibu hamil di puskesmas, tercatat 22,7 persen ibu hamil mengalami anemia.
"Selain menyebabkan anemia, kekurangan zat gizi juga bisa mengakibatkan kurang energi kronik (KEK). Ini juga bisa menyebabkan berbagai dampak buruk untuk penderitanya," katanya.
Toto menambahkan, pengetahuan mengenai asupan gizi yang baik harus terus disosialisasikan, terutama ke sekolah-sekolah sehingga angka pengidap anemia akan terus menurun.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Tuty Setyowati mengatakan, hasil penelitian itu akan menjadi dasar untuk menekan angka kematian ibu dan bayi.
"HB yang rendah bisa menyebabkan perdarahan saat ibu akan melahirkan, atau bayi mengalami gagal nafas. Kematian ibu dan bayi sebagian besar disebabkan oleh kedua hal itu," katanya.
Jika kadar HB rendah baru diketahui saat hamil, lanjut Tuty, maka pengobatan dengan pemberian obat penambah darah tidak akan efektif. "Karenanya, peningkatan kadar HB harus dilakukan sejak dini, dari remaja putri," katanya.
Berdasarkan data, angka kematian ibu di Yogyakarta pada 2012 tercatat sebanyak enam orang dan angka kematian bayi tercatat sebanyak 51 bayi.
"Kami akan menindaklanjuti penelitian ini dengan 'screening' melalui puskesmas terdekat dengan sekolah. Siswa putri dengan HB sangat rendah akan kami beri konsultasi mengenai pentingnya melakukan pola makan sehat, sekaligus diberi obat," katanya.
*Sumber: beritasatu.com