Secara resmi, kondisi ini sebenarnya disebut Gangguan Makan Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 dan paling sering terjadi pada wanita muda berusia 15 - 30 tahun. Penderita DM tipe 1 harusnya secara rutin melakukan suntikan insulin untuk menormalkan kadar gula darahnya.
Tapi pada diabulimia, penderita DM tipe 1 sengaja tidak melakukan suntik insulin dengan tujuan menurunkan berat badan. Tubuh pengidap DM tipe 1 memang tidak memproduksi insulin sama sekali dan tidak memiliki kemampuan untuk mengatur jumlah gula dalam darahnya.
Pemangkasan insulin artinya memngurangi asupan makanan yang digunakan oleh tubuh. Metode ini memang berhasil menurunkan berat badan pengidap DM tipe 1. Salah seorang pelakunya, Erin Akers, mengaku berhasil menurunkan berat badannya 25 kg selama musim panas dengan cara ini.
Sayangnya, metode ini memiliki dampak yang gawat, yaitu menyebabkan ketoasidosis diabetes yang dapat memicu kebutaan, kerusakan ginjal, bahkan kematian. Erin Akers juga demikian. Ia harus 20 kali bolak-balik ke rumah sakit karena komplikasi, mulai dari mati rasa permanen di kedua kakinya hingga gangguan pencernaan.
Selain Akers, ada juga Taylor Hackett yang sempat ditayangkan di BBC karena mata kirinya menjadi buta akibat melakukan metode berbahaya ini. Para peneliti menemukan bahwa wanita muda pengidap DM tipe 1 lebih berisiko mengidap gangguan makan 2 kali lipat daripada wanita tanpa diabetes.
Sayangnya, pengobatan untuk mengatasi diabulimia terhitung sulit. Menurut Medical Daily, belum ada program yang dapat mengobati pasien dengan diagnosis ganda seperti ini. Jika diabulimia dikategorikan sebagai penyakit mental, mungkin para penderita bisa mendapat pengobatan lebih lanjut.
*Sumber: detikhealth.com